Galaksi Abell 1835 IR1916-Klutser Galaksi Terjauh
Galaksi Abell |
Astronesia-Pada Maret 2004 suatu tim astronom di European Southern Observatory
yang dipimpin Roser Pelló dan Daniel Schaerer mengumumkan penemuan
galaksi yang terjauh, yaitu Abell 1835 IR1916. Jarak galaksi tersebut
13,23 miliar tahun cahaya (satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh
cahaya dalam satu tahun; satu detik cahaya adalah 300.000 kilometer).
Pertanyaan yang muncul, bagaimana astronom dapat mengetahui jarak
galaksi tersebut" Seberapa jauh kita dapat melihat alam semesta ini" Dan
apa yang dapat kita lihat pada jarak terjauh itu ?
GALAKSI terjauh, Abell 1835 IR1916 (dalam lingkaran), terletak pada
jarak 13,23 miliar tahun cahaya (foto dari European Southern Observatory
atau ESO). Metode penentuan jarak bintang yang paling sederhana adalah
metode paralaks trigonometri. Akibat perputaran Bumi mengitari Matahari,
maka bintang-bintang yang dekat tampak bergeser letaknya terhadap latar
belakang bintang-bintang yang jauh. Dengan mengukur sudut pergeseran
itu (disebut sudut paralaks), dan karena kita tahu jarak Bumi ke
Matahari, maka jarak bintang dapat ditentukan.
Sudut paralaks ini sangat kecil hingga cara ini hanya bisa digunakan
untuk bintang-bintang yang jaraknya relatif dekat, yaitu hanya sampai
beberapa ratus tahun cahaya (bandingkan dengan diameter galaksi kita
yang 100.000 tahun cahaya, dan jarak galaksi Andromeda yang dua juta
tahun cahaya). Ada metode lain yang dapat meraih jarak lebih jauh, yaitu
metode fotometri.
Bayangkan pada suatu malam
yang gelap Anda melihat sebuah lampu di kejauhan. Anda diminta
menentukan jarak lampu itu. Ini dapat Anda lakukan asalkan Anda tahu
berapa watt daya lampu itu. Dalam istilah astronomi daya sumber cahaya
disebut luminositas, yaitu energi yang dipancarkan sumber setiap detik.
Jarak ditentukan dengan menggunakan prinsip inverse-square law, artinya
terang sumber cahaya yang kita lihat sebanding terbalik dengan jarak
kuadrat. Suatu lampu yang jaraknya kita jauhkan dua kali, cahayanya akan
tampak lebih redup empat kali.
Ada benda-benda
langit yang luminositasnya dapat diketahui. Ini disebut sebagai lilin
penentu jarak (standard candle). Salah satu lilin penentu jarak adalah
bintang-bintang variabel Cepheid yang berubah cahayanya dengan irama
tetap (periodik). Perubahan cahaya itu disebabkan karena bintang itu
berdenyut. Makin panjang periode (selang waktu antara) denyutan, makin
terang bintang itu.
Sifat tersebut ditemukan
oleh astronom wanita Henrietta Leavitt pada tahun 1912. Jadi,
luminositas bintang dapat ditentukan dengan cara mengukur periode
denyutannya. Variabel Cepheid merupakan bintang yang sangat terang,
hingga beberapa puluh ribu kali matahari, karena itu dapat digunakan
untuk menentukan jarak galaksi lain.
Ada lilin
penentu jarak yang jauh lebih terang lagi, yaitu Supernova Type Ia. Ini
bintang meledak, terangnya telah dikalibrasi sekitar 10 miliar kali
matahari. Ini lilin penentu jarak yang sangat penting karena bisa
digunakan untuk menentukan jarak galaksi-galaksi yang sangat jauh. Studi
tentang Supernova Type Ia ini intensif dilakukan sekarang.
Alam semesta
Sebuah mobil ambulans bergerak sambil membunyikan sirene. Bila mobil
itu sedang mendekati kita, maka suara lengking sirene itu bernada
tinggi. Tetapi bila mobil melewati kita dan bergerak menjauh, nada
lengking menjadi rendah. Ini disebut efek Doppler. Bunyi adalah
peristiwa gelombang. Pada saat sumber bunyi mendekat, waktu getarnya
(frekuensinya) bertambah, maka nadanya terdengar tinggi. Tetapi bila
sumber bunyi menjauh, waktu getarnya merendah.
Cahaya merupakan gelombang elektromagnet. Cahaya yang waktu getarnya
cepat berwarna biru, yang waktu getarnya lambat berwarna merah. Efek
Doppler juga berlaku untuk cahaya. Sebuah sumber cahaya akan tampak
lebih biru bila benda tadi bergerak mendekat dan lebih merah bila
menjauh.
Vesto Slipher di Observatorium Lowell,
Amerika, pada tahun 1920 menunjukkan bahwa garis spektrum
galaksi-galaksi yang jauh bergeser ke arah merah. Ini disebut pergeseran
merah atau red shift. Artinya, galaksi-galaksi itu semuanya bergerak
menjauhi kita. Dengan mengukur besar pergeseran merah itu kecepatan
menjauh galaksi-galaksi itu dapat diukur.
Pada
tahun 1929 Edwin Hubble di Observatorium Mount Wilson, Amerika,
mendapatkan adanya hubungan antara kecepatan menjauh itu dan jarak
galaksi. Makin jauh suatu galaksi, makin besar kecepatannya. Hubble
mendapatkan hubungan itu linier dan menuliskannya dalam rumus V = H D dengan V = kecepatan menjauh, D = jarak galaksi dan H
disebut tetapan Hubble. Dengan rumus Hubble itu dapat diperoleh bahwa
semua galaksi itu dulu menyatu di suatu titik. Kapan ? Waktunya adalah t = D / V atau t = 1 / H. Pada waktu itulah terjadi big bang atau ledakan besar yang membentuk alam semesta ini.
Harga t inilah yang kita sebut sebagai umur alam semesta. Dengan
mengukur tetapan Hubble H, maka umur alam semesta dapat ditentukan,
yaitu sekitar 13-15 miliar tahun. Taksiran terbaik adalah 13,7 miliar
tahun. Ini juga cocok dengan umur bintang-bintang tua di globular
cluster (gugus bintang bola) yang ditentukan dari teori evolusi bintang,
yaitu 12-13 miliar tahun.
Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa alam semesta kita ini sekarang
mengembang. Pengembangan alam semesta dan Hukum Hubble dapat dijelaskan
oleh model alam semesta Friedmann. Sebenarnya sifat alam semesta yang
tidak statis ini sudah diperoleh Einstein ketika mengembangkan Teori
Relativitas Umum-nya. Namun, Einstein dan banyak ahli fisika lainnya
tidak memercayainya. Hanya Alexander Friedmann, seorang ahli fisika dan
matematika Rusia, mengembangkan modelnya berdasarkan solusi non-static
pada Teori Relativitas Umum Einstein. Ia memprediksi kemungkinan alam
semesta yang mengembang pada tahun 1922, tujuh tahun sebelum Hubble
menemukan hukumnya.
Dengan
menggunakan hukum Hubble ini, galaksi yang dapat ditentukan pergeseran
merah atau red shift-nya (dengan kata lain kecepatan menjauhnya), maka
jaraknya dapat ditentukan. Galaksi Abell 1835 IR1916 pada awal tulisan
ini, yang merupakan galaksi yang terjauh, ditentukan jaraknya dengan
cara ini. Garis spektrum yang berasal dari hidrogren (disebut
Lyman-alpha) di galaksi ini yang seharusnya berada di warna ultraviolet
bergeser ke warna inframerah.
Jarak galaksi itu 13,23 miliar tahun cahaya. Bila alam semesta ini
berumur 13,7 miliar tahun, berarti kita melihat galaksi itu hanya 470
juta tahun setelah big bang, sewaktu umur alam semesta baru 3,4 persen
dari umurnya sekarang. Bila kita umpamakan alam semesta ini kakek
berumur 80 tahun, yang kita lihat adalah balita berumur 2,5 tahun.
Bola terjauh
Seberapa jauh kita dapat melihat alam semesta" Pertama kita pahami dulu
bagaimana posisi kita melihat masa lalu alam semesta. Imajinasikan kita
berdiri di suatu titik dalam alam semesta. Kemudian kita bayangkan
suatu bola dengan kita sebagai pusat. Katakan radius bola itu 1.000
tahun cahaya. Maka bila kita melihat benda yang berada di permukaan bola
itu, berarti kita melihat benda itu pada keadaan 1.000 tahun yang lalu.
Ini karena cahaya yang kita lihat (atau informasi yang kita terima)
dari benda itu berangkat dari sana 1.000 tahun yang lalu.
Kita bisa membuat bola lain, kita tetap sebagai pusat, dan radius bola
kita ambil jauh lebih besar, misalnya sejuta tahun cahaya. Kalau kita
bisa melihat benda yang berada di permukaan bola itu, di mana pun
arahnya, berarti kita melihat ke masa sejuta tahun yang lalu. Begitu
seterusnya kita bisa membuat bola-bola histori alam semesta. Makin besar
bola itu, makin jauh kita melihat ke masa silam.
Umur alam semesta ditaksir sekitar 13,7 miliar tahun. Maka benda
terjauh yang bisa kita lihat adalah benda yang terletak di permukaan
bola yang radiusnya dari kita 13,7 miliar tahun cahaya. Itulah bola
terbesar yang bisa kita buat. Apa yang bisa kita lihat di situ ?
Kita tengok sebentar peristiwa sehari-hari. Pada siang hari yang
berawan kita melihat langit berwarna putih. Kita tidak bisa melihat
matahari yang berada di balik awan itu. Ini disebabkan karena partikel
uap air di awan menyebarkan cahaya matahari. Ibaratnya, cahaya matahari
"dipingpong" ke sana kemari oleh partikel uap air (disebut penyebaran
Mie). Dengan begitu, kita kehilangan informasi tentang arah sumber
cahaya itu, yaitu matahari. Tetapi bila ada pesawat terbang yang terbang
di bawah awan, kita bisa melihatnya. Jadi, ruang di antara kita dan
awan transparan, sedangkan awan tidak transparan.
Kembali ke alam semesta. Tak lama setelah big bang terjadi, alam
semesta dihuni oleh partikel cahaya atau radiasi (photon), inti-inti
atom ringan (yang terdiri dari proton dan neutron) dan elektron bebas.
Elektron bebas bersifat menyebarkan cahaya (photon), sama seperti
partikel uap air di dalam awan tadi. Jadi pada saat itu alam semesta
tidak transparan, karena cahaya atau radiasi di situ "dipingpong" oleh
elektron (disebut penyebaran Compton), mirip yang terjadi pada awan pada
analogi di atas.
Akan tetapi,
sekitar 400.000 tahun setelah big bang, proton dan elektron bergabung
membentuk atom hidrogen netral. Jumlah elektron bebas berkurang. Karena
partikel penyebarnya (elektron) berkurang, maka penyebaran cahaya atau
radiasi juga berkurang. Jadi, alam semesta sekitar 400.000 tahun setelah
big bang menjadi transparan.
Permukaan bola pada jarak 400.000 tahun setelah big bang disebut
"permukaan penyebaran terakhir" atau surface of last scattering. Kalau
kita melihat ke surface of last scattering (berarti ke masa 400.000
tahun setelah big bang), ibaratnya kita melihat ke awan pada analogi di
atas. Yang di balik itu tidak dapat kita lihat karena alam semesta waktu
itu tidak transparan. Alam semesta mulai dari surface of last
scattering hingga kita transparan. Dari surface of last scattering itu
kita melihat radiasi yang berasal dari big bang yang dikenal sebagai
latar belakang gelombang mikrokosmik atau cosmic microwave background
disingkat CMB.
Pengamatan CMB
Pada tahun 1948, ahli astrofisika kelahiran Rusia, George Gamow,
mengemukakan bila kita melihat cukup jauh ke alam semesta, maka kita
akan melihat radiasi latar belakang sisa dari big bang. Gamow menghitung
bahwa setelah menempuh jarak yang sangat jauh, radiasi itu akan
teramati dari Bumi sebagai radiasi gelombang mikro.
Pada tahun 1965, Arno Penzias dan Robert Wilson sedang mencoba antena
telekomunikasi milik Bell Telephone Laboratory di Holmdel, New Jersey.
Mereka dipusingkan oleh adanya desis latar belakang yang mengganggu.
Mereka mengecek antena mereka, membersihkan dari tahi burung, tetapi
desis itu tetap ada. Mereka belum menyadari desis yang mereka dengar itu
berasal dari tepi jagat raya.
Penzias dan Wilson menelepon astronom radio Robert Dicke di Universitas
Princeton untuk minta pendapat bagaimana mengatasi masalah itu. Dicke
segera menyadari apa yang didapat kedua orang itu. Segera setelah itu
dua makalah dipublikasikan di Astrophysical Journal. Satu oleh Penzias
dan Wilson yang menguraikan penemuannya, satu oleh Dicke dan timnya yang
memberikan interpretasi. Penzias dan Wilson memperoleh Hadiah Nobel
untuk Fisika pada tahun 1978.
Penemuan CMB itu dikukuhkan oleh satelit Cosmic Background Explorer
(Cobe) milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Pengukuran oleh
satelit Cobe itu menunjukkan temperatur CMB yang hanya 2,725 derajat
Kelvin (nol derajat Celsius sama dengan 273 derajat Kelvin). Satelit
Cobe memetakan radiasi itu di segala arah dan ternyata semuanya uniform
sampai ketelitian satu dibanding 10.000. Kalau kita mempunyai mata yang
peka pada CMB, maka langit seperti dilabur putih, sama di semua arah,
mulus sempurna, tidak ada noda-nodanya. Ini sesuai dengan prinsip dasar
kosmologi bahwa alam semesta ini isotropik dan homogen; seragam di semua
arah. Yang kita lihat adalah surface of last scattering.
Sedemikian seragamnya CMB hingga hanya alat yang sangat sensitif dapat
melihat adanya fluktuasi atau ketidakseragaman pada CMB. Untuk itu, NASA
telah meluncurkan satelit antariksanya, Wilkinson Microwave Anisotropy
Probe (WMAP), yang lebih cermat daripada Cobe untuk mempelajari
fluktuasi itu. Dengan mempelajari fluktuasi itu, diharapkan kita dapat
mengetahui asal mula galaksi-galaksi dan struktur skala besar alam
semesta dan mengukur parameter-parameter penting dari big bang.
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi Astronesia. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.