Titan, Prototipe Bumi Usia Dini
BAGAIMANAKAH rupa Bumi di awal kelahirannya? Jawaban atas pertanyaan itu akan sangat membantu manusia memahami asal mula munculnya kehidupan di planet biru ini. Apalagi hingga sekarang, hanya Bumilah planet yang berkehidupan.
Ternyata tidak perlu membuat eksperimen rumit di laboratorium untuk mengetahui kondisi Bumi pada usia balitanya. Wahana antariksa Voyager 1 tahun 1980 telah menginformasikan kondisi atmosfer salah satu satelit alam Saturnus, yaitu Titan, yang diduga mirip Bumi dulu. Saat mengorbit di ketinggian 4.000 km di atas Titan, diketahui betapa aktifnya atmosfer satelit alam terbesar kedua di Tata Surya itu.
Titan merupakan salah satu obyek langit favorit untuk diteliti lebih jauh setelah Europa, satelit alam Yupiter, yang diketahui memiliki lautan air di bawah lapisan permukaan esnya.
Tahun 1994 Teleskop Ruang Angkasa Hubble merekam gambar Titan, yang memperlihatkan "benua " dari penampakannya yang terang. Namun, Hubble belum bisa membuktikan keberadaan "lautan" air.
Misi Cassini-Huygens yang berkunjung ke sana diharapkan memberikan pandangan baru atas satelit itu. Wahana antariksa yang diperkirakan awal Juli 2004 berada di orbit Saturnus, membawa instrumen untuk menginformasikan karakteristik Titan.
Selama belasan kali mengorbit Titan, Cassini akan memetakan Titan dan mengumpulkan data atmosfernya. Saat yang sama, Huygens akan diterjunkan menembus atmosfer dan menganalisa unsur-unsurnya. Diharapkan, informasi yang dikumpulkan kedua wahana itu dapat memberi pemahaman penting mengenai Bumi. Mulai dari " Bagaimana planet terbentuk?" sampai "Dari mana manusia berasal?".
Bulan beratmosfer tebal
Titan ditemukan oleh astronom Belanda, Christiaan Huygens, 1655. Ia merupakan satelit terbesar dari 31 satelit yang mengorbit Saturnus. Setengah darinya tersusun oleh es dan setengahnya lagi material bebatuan. Lapisan bebatuan berada di pusat satelit hingga radius 1.700 km. Di atas bebatuan terdapat lapisan kristal es hingga permukaan satelit radius 2.575 km.
Titan lebih besar dari Bulan dan Planet Merkurius. Untuk satelit alam, hanya Ganymede-satelit Yupiter-yang berdiameter lebih besar: 112 km.
Titan bermassa seperseratus ribu massa Bumi dan berjarak 1,2 juta km dari Planet Saturnus, atau tiga kali jarak Bulan ke Bumi. Tekanan atmosfernya 1,6 kali Bumi, sama seperti tekanan di lantai dasar kolam renang.
Titan amat menarik minat astronom karena merupakan satu-satunya satelit alam di Tata Surya yang diketahui memiliki awan setebal 300 km, misterius dan menyerupai atmosfer planet. Komposisi atmosfer didominasi oleh nitrogen, sama seperti Bumi sekarang ini, namun sebagian besar tersusun dari senyawa kimia yang terdapat dalam kabut-asap seperti etana dan metana.
Begitu tebalnya lapisan atmosfer itu sehingga menghasilkan hujan berupa cairan mirip gasolin. Sedangkan oksigen membeku dalam wujud es air di permukaannya. Komposisi kimia itulah yang menjadi tujuan terbesar penelitian dikarenakan kemungkinan tersusun dari beberapa senyawa yang berada di atmosfer Bumi primordial. Kandungan organik pada senyawa kimia yang ditemukan mengindikasikan bahwa lingkungan di Titan memungkinkan munculnya bentuk kehidupan.
Namun, temperatur permukaan Titan saat ini begitu rendah minus 178 derajat Celsius, hanya 4 derajat di atas titik jenuh metana, karena jauhnya jarak dari Matahari. Meskipun suhu serendah ini kurang memungkinkan munculnya kehidupan, ada pandangan bahwa bentuk kehidupan tetap saja berpeluang muncul di dalam danau hidrokarbon yang hangat akibat pemanasan internal Titan. Jikalau nantinya Titan terbukti tidak memiliki bentuk kehidupan sebagaimana yang diperkirakan, maka pemahaman mengenai interaksi kimia di situ akan membantu manusia memahami lingkungan awal Bumi.
Titan-satu setengah kali ukuran Bulan-mengorbit Saturnus selama 16 hari. Adapun kecepatan rotasinya, yaitu mengitari porosnya sendiri, 16 hari juga. Artinya, kecepatan rotasi dan orbit Titan adalah sama. Jadi, misalkan kita ada di Saturnus, maka yang terlihat hanya setengah bagian Titan saja. Kondisi ini persis sama seperti halnya jika melihat Bulan dari Bumi. Hanya saja kecepatan gerak Titan enam kali gerak Bulan. Karena tekanan gravitasinya sangat besar, pusat satelit ini masih panas. Sama seperti Bumi dengan inti planetnya yang sangat panas.
Percobaan di observatorium
Pengamatan permukaan Titan sangat sulit karena lapisan atmosfernya tebal. Kedalaman atmosfer hanya bisa diamati pada rentang gelombang radio, hanya sebagian pada rentang gelombang inframerah, dan tidak bisa diamati pada rentang gelombang visual. Karena itu, informasi satelit ini masih sedikit meskipun penelitian telah dilakukan lebih dari dua dasawarsa.
Selama itu, telah muncul spekulasi adanya interaksi radiasi ultraviolet Matahari dengan metana yang berada di lapisan teratas atmosfer Titan. Reaksi fotokimia mengakibatkan terbentuknya smog dan akhirnya mengakibatkan hujan hidrokarbon dalam wujud padat dan cair dalam jumlah besar.
Penemuan terbaru kondisi Titan oleh teleskop radio raksasa berdiamater 305 m di Observatorium Arecibo, Brasil, memicu dugaan adanya danau hidrokarbon dalam wujud cair. Hal ini berdasarkan pantulan yang hanya bisa dilakukan oleh permukaan datar. Hasil penelitian dipublikasikan dalam jurnal Science edisi 2 Oktober 2003.
Percobaan dilakukan November dan Desember 2001 dan 2002. Sinyal radar dipancarkan ke Titan dan kembali ke Bumi selama 2, 25 jam. Observatorium Arecibo dioperasikan pada panjang gelombang 13 cm (2,380 Mhz) dengan daya mendekati 1 megawatt (setara 1.000 pemanas listrik). Selain Teleskop Arecibo secara bersamaan digunakan juga teleskop Robert C Byrd Green Bank 100 m untuk menerima pantulan.
Ternyata, sinyal radar dipantulkan oleh permukaan Titan yang berwujud cair seperti cahaya Matahari yang jatuh pada lautan di Bumi. Meskipun lapisan bawah permukaan Titan berwujud es air (water ice), reaksi senyawa kimia kompleks di atmosfernya menghasilkan etana, metana cair, dan hidrokarbon padat, yang menutupi sebagian permukaan es Titan. Beberapa tahun lalu telah dibuat hidrokarbon buatan yang mirip hidrokarbon padat Titan, yaitu Titan tholin, di laboratorium oleh tim yang dipimpin Carl Sagan, astronom karismatis dari Cornell University.
Akhirnya, melalui misi Cassini-Huygens, informasi lengkap tentang satelit alam yang misterius itu tidak lama lagi akan diperoleh. Pertanyaan-pertanyaan besar seperti pada awal tulisan tidak akan terlalu lama untuk bisa dijawab. Pemahaman atas awal mula munculnya kehidupan dan sejarah awal Bumi, mudah-mudahan menjadikan manusia semakin arif menjaga dan memelihara kehidupan di planet biru ini.
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi Astronesia. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.