Berapakah Umur Bintang Tertua di Jagad Raya?
Astronesia-Keberadaan bintang-bintang
tertua di alam semesta berhasil dikuak oleh Marco Ajello, seorang
astrofisikawan di University of California, Amerika Serikat. Cahaya yang
dipancarkan bintang-bintang kuno itu mampu dideteksi menggunakan
teleskop Antariksa Fermi Gamma-ray.
"Bintang-bintang ini mungkin adalah benda pertama yang terbentuk di alam semesta," kata Ajello, seperti dikutip New York Times, Rabu 7 November 2012. "Mereka hanya terbentuk sekitar 500 juta tahun setelah Big Bang."
Para ilmuwan meyakini bahwa Big Bang--ledakan besar yang membentuk jagad raya--terjadi sekitar 13 miliar tahun lalu. Sejak saat itu alam semesta terus berkembang, bintang dan planet serta benda antariksa lainnya tercipta.
Ajello mengatakan, bintang-bintang pertama yang mengisi alam semesta berukuran besar dan terutama terbentuk dari gas hidrogen. Bintang-bintang ini lantas terbakar secara cepat dan meledak ejak dini menjadi supernova. "Kendati keberadaannya sudah lama musnah, tapi cahaya dari mereka masih terpancar," kata dia.
Mengukur cahaya bintang kuno secara langsung adalah mustahil karena cahaya dari galaksi Bima Sakti (tempat Bumi berada) jauh lebih kuat. Ajello hanya bisa memanfaatkan sinar gamma untuk mendeteksi jejak cahaya itu. Metode ini membuatnya bergantung pada blazar, galaksi terjauh yang memancarkan sinar gamma.
"Mereka seperti mercusuar yang sangat jauh dari Bumi," kata Ajello. Menurutnya, bintang-bintang kuno itu berada pada dimensi jarak yang berbeda dengan Bumi, sehingga kadar cahaya yang terpancar di zaman yang berbeda dapat dideteksi.
Ajello dan rekan-rekannya mengumpulkan berbagai data pancaran cahaya di alam semesta, mulai dari yang berusia 4 miliar tahun, 8 miliar tahun, dan 11 miliar tahun setelah Big Bang. Ia berharap dapat memetakan titik-titik petunjuk yang tepat untuk menuntun ke masa awal terbentuknya alam semesta.
"Karena alam semesta terus berkembang, cara terbaik untuk mengukurnya adalah pergi sejauh mungkin ke awal sejarah alam semesta," katanya. Ia memperkirakan 1-2 miliar tahun setelah Big Bang merupakan waktu yang pas untuk memperoleh pengukuran yang lebih akurat.
Ajello melakukan penelitian saat masih bekerja di Stanford University. Ia dan rekan-rekannya melaporkan temuan ini dalam jurnal Science edisi terbaru.
"Bintang-bintang ini mungkin adalah benda pertama yang terbentuk di alam semesta," kata Ajello, seperti dikutip New York Times, Rabu 7 November 2012. "Mereka hanya terbentuk sekitar 500 juta tahun setelah Big Bang."
Para ilmuwan meyakini bahwa Big Bang--ledakan besar yang membentuk jagad raya--terjadi sekitar 13 miliar tahun lalu. Sejak saat itu alam semesta terus berkembang, bintang dan planet serta benda antariksa lainnya tercipta.
Ajello mengatakan, bintang-bintang pertama yang mengisi alam semesta berukuran besar dan terutama terbentuk dari gas hidrogen. Bintang-bintang ini lantas terbakar secara cepat dan meledak ejak dini menjadi supernova. "Kendati keberadaannya sudah lama musnah, tapi cahaya dari mereka masih terpancar," kata dia.
Mengukur cahaya bintang kuno secara langsung adalah mustahil karena cahaya dari galaksi Bima Sakti (tempat Bumi berada) jauh lebih kuat. Ajello hanya bisa memanfaatkan sinar gamma untuk mendeteksi jejak cahaya itu. Metode ini membuatnya bergantung pada blazar, galaksi terjauh yang memancarkan sinar gamma.
"Mereka seperti mercusuar yang sangat jauh dari Bumi," kata Ajello. Menurutnya, bintang-bintang kuno itu berada pada dimensi jarak yang berbeda dengan Bumi, sehingga kadar cahaya yang terpancar di zaman yang berbeda dapat dideteksi.
Ajello dan rekan-rekannya mengumpulkan berbagai data pancaran cahaya di alam semesta, mulai dari yang berusia 4 miliar tahun, 8 miliar tahun, dan 11 miliar tahun setelah Big Bang. Ia berharap dapat memetakan titik-titik petunjuk yang tepat untuk menuntun ke masa awal terbentuknya alam semesta.
"Karena alam semesta terus berkembang, cara terbaik untuk mengukurnya adalah pergi sejauh mungkin ke awal sejarah alam semesta," katanya. Ia memperkirakan 1-2 miliar tahun setelah Big Bang merupakan waktu yang pas untuk memperoleh pengukuran yang lebih akurat.
Ajello melakukan penelitian saat masih bekerja di Stanford University. Ia dan rekan-rekannya melaporkan temuan ini dalam jurnal Science edisi terbaru.
sumber:tempo.co
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi Astronesia. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.